بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم
Pakaian wanita yang benar dan sesuai dengan perintah
ALLAH dan tuntunan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam memiliki
syarat-syarat. Pakaian yang disebut pakaian muslimah yang dijual di toko-toko
muslimah belum tentu sudah memenuhi syarat syar’i.
Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat ini dan
semua ini tidak menunjukkan pada pakaian golongan atau aliran tertentu. Ulama yang
merinci syarat-syarat ini dan sangat bagus penjelasannya adalah Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani, dan ulama lain yang melengkapi penjelasan beliau adalah
Syaikh Amru Abdul Mun’im. Syarat-syarat yang mereka sampaikan berdasarkan
Al-Quran dan hadits shohih.
Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pakaian wanita harus menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan
telapak tangan (telapak kaki juga harus ditutupi).
Dalam Al-Ahzab ayat 59, ALLAH
menegaskan:
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak wanitamu dan isteri-isteri orang mukmin, “Hendaklah mereka
mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan ALLAH adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Jilbab bukanlah penutup wajah. Jilbab
adalah kain yang dipakai wanita setelah memakai khimar sebagai penutup kepala.
Berdasarkan tafsir Ibnu Abbas,
Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad-Dimasqiy, bahwa yang boleh
ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan. Dari tafsiran ini terlihat
bahwa wajah bukanlah aurat. Jadi, hukum menutup wajah adalah mustahab (dianjurkan). [Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul
Mun’im, hal. 14]
2. Pakaian wanita bukanlah pakaian untuk berhias seperti yang
banyak dihiasi gambar atau perhiasan.
ALLAH berfiman dalam Al-Ahzab
ayat 33:
Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj
seperti orang-orang Jahiliyyah pertama.
Tabarruj adalah perilaku wanita yang
menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang semestinya
ditutup karena hal itu dapat menggoda kaum lelaki. Kita harus ingat bahwa
perintah berjilbab adalah perintah untuk menutupi perhiasan wanita. Tidak masuk
akal bila jilbab yang berfungsi seperti itu malah menjadi pakaian untuk berhias
sebagaimana yang marak sekarang.
Dalam An-Nūr ayat 31, ALLAH juga
berfirman:
Katakanlah kepada wanita yang
beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”
3. Pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang
dapat menampakkan lekuk tubuh. Pakaian juga harus longgar dan tidak ketat
sehingga tidak menampakkan lekuk tubuh.
Zaman sekarang banyak sekali
kita temukan para wanita berjilbab tapi berpakaian ketat (bahkan sangat ketat).
Bahkan yang parah, ada istilah “jilbab seksi”. Seringkali, rambut juga masih
terlihat (bahkan tergerai ke luar) walaupun berjilbab.
4. Pakaian tidak diberi wewangian atau parfum.
Mengenai poin ini, bisa dibaca
di sini.
5. Pakaian tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian
non-Muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallāhu
anhu:
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi
wasallam melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang
menyerupai kaum pria. [HR Imam Bukhari no. 6834]
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi
wasallam bersabda:
Barangsiapa yang menyerupai
suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka. [HR Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul
Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa
sanad hadits ini jayid (bagus).]
6. Tidak memakai pakaian syuhroh,
yaitu pakaian untuk mencari ketenaran dan popularitas.
Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah
shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di dunia, niscaya ALLAH akan
mengenakan pakaian kehinaan padanya pada Hari Kiamat, kemudian membakarnya
dengan api neraka. [HR Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani menyatakan
hadits ini hasan.]
7. Pakaian harus terbebas dari salib.
Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin
Udzainah:
Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah
bersama Ummul Mukminin (Siti Aisyah), lalu beliau melihat wanita yang
mengenakan burdah yang terdapat
salib. Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib tersebut. Lepaskanlah
salib tersebut. Sungguh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam ketika melihat
hal semacam itu, beliau menghilangkannya.” [HR Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
menyatakan hadits ini hasan.]
Ibnu Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah menyatakan, “Salib
di pakaian dan lainnya adalah sesuatu yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan
bahwa hukumnya haram.”
8. Tidak terdapat gambar makhluk bernyawa (manusia dan hewan)
pada pakaian. Gambar makhluk juga termasuk perhiasan, sehingga hal ini termasuk
larangan ber-tabarruj.
Dari Aisyah radhiyallāhu ‘anha,
beliau berkata:
Nabi shallallāhu ‘alaihi
wasallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar (makhluk
bernyawa yang memiliki ruh). Ketika Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam
melihatnya, beliau langsung mengubah warnannya dan menyobeknya. Setelah itu
beliau bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya pada Hari
Kiamat adalah yang menyerupakan ciptaan ALLAH.”
9. Pakaian terbuat dari bahan yang suci dan halal.
10. Pakaian tersebut tidak dijadikan pakaian kesombongan.
11. Pakaian tersebut bukan pakaian pemborosan.
12. Bukan pakaian yang menyesuaikan dengan pakaian ahlu bid’ah,
seperti mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah. Syaikh Ibnu
Utsaimin mengatakan bahwa pengharusan seperti ini adalah syi’ar batil yang
tidak ada landasannya.
Bagi yang ingin membaca penjelasan yang jauh lebih
lengkap, silakan lihat kitab Jilbab Al
Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani.
Kitab ini sudah diterjemahkan dengan judul “Jilbab Wanita Muslimah”. Pelengkapnya
bisa dengan kitab Jilbab Al Mar’ah Al
Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Amru Abdul.
ALLAH Ta’āla berfirman:
Hai orang-orang yang beriman,
periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai ALLAH terhadap apa yang diperintahkan-NYA kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [At-Tahrim: 6]
Sumber:
Referensi (seperti yang tercantum pada sumber):
Faidul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, Mawqi’ Ya’sub,
Asy Syamilah
Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al
Albani, Maktabah Al Islamiyah-Amman, Asy Syamilah
Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh ‘Amru Abdul Mun’im Salim,
Maktabah Al Iman
Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, Ibnul Jauziy, Darun
Nasyr/Darul Wathon, Asy Syamilah
Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy
Syamilah
P.S.
Silakan kalau mau copy-paste, namun mohon sertakan link-back ke blog ini.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar