بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم
Pada zaman dahulu ada seorang raja zhalim penyembah berhala, bernama
Darriyan. Seluruh rakyatnya diperintahkan untuk menyembah patung-patung
miliknya. Rakyat yang tidak patuh akan dilemparkan ke dalam api besar. Sudah
banyak rakyat yang menjadi korban kekejamannya.
Allah subhaanahu wata’aala kemudian mengutus utusannya pada negeri tempat
raja zhalim ini. Nabi yang diutus Allah adalah Jirjis bin Qulthin. Beliau
diutus untuk menghancurkan angkara murka yang dilakukan Darriyan.
Suatu ketika Nabi Jirjis ‘alaihissalam bertemu dengan Darriyan. Nabi
Jirjis ‘alaihissalam berkata dengan tenang, “Mengapa kamu tunduk menyembah
berhala yang tidak dapat mendengar, melihat dan tidak dapat memberi kekayaan
kepadamu?”
Darriyan menjawab, “Sesungguhnya harta dan tahta kerajaan, serta seluruh
nikmat kemegahan ini kuperoleh sejak aku menyembah berhala-berhala itu. Dan aku
tidak melihat kesenangan pada dirimu sebagai hasil penyembahanmu pada Tuhan
yang engkau agung-agungkan itu.”
Nabi Jirjis ‘alaihissalam membalas, “Sesungguhnya segala kenikmatan dan
kesenangan duniawi akan sirna. Sedangkan nikmat akhirat yang Allah anugerahkan
padaku akan langgeng.”
Setelah itu, mereka berdua berdebat makin sengit. Karena makin terdesak,
emosi Darriyan bangkit. Saking murkanya pada Nabi Jirjis ‘alaihissalam,
Darriyan memerintahkan pengawalnya untuk menyiksa beliau. Utusan Allah tersebut
kemudian disiram dengan air mendidih yang dicampuri dedaunan sehingga kulitnya
melepuh. Daging beliau kemudian diiris-iris sehingga tulangnya terlihat. Nabi
Jirjis ‘alaihissalam pun wafat.
Namun, dengan kekuasaan Allah, Nabi Jirjis ‘alaihissalam bangkit kembali
dengan rupa yang lebih menawan dibanding sebelumnya.
Melihat kejadian aneh ini, Darriyan kemudian memerintahkan pengawalnya
untuk membawa enam pasak besi. Dua kaki Nabi Jirjis ‘alaihissalam diikat dan
direntangkan, lalu keenam pasak tersebut ditancapkan pada tubuh beliau. Nabi
Jirjis ‘alaihissalam pun wafat kembali dengan mengenaskan. Namun, Allah
kemudian mengutus malaikat Jibril untuk mencabuti pasak tersebut. Nabi Jirjis
‘alaihissalam pun hidup kembali.
“Wahai yang zhalim, katakanlah tidak ada Tuhan selain Allah!” teriak Nabi
Jirjis ‘alaihissalam pada Darriyan.
Darriyan semakin murka. Ia memerintahkan pengawalnya untuk melemparkan
Nabi Jirjis ‘alaihissalam ke belanga besar dengan air bergolak. Nabi Jirjis
‘alaihissalam direbus dalam belanga tersebut. Lagi, Nabi Jirjis ‘alaihissalam
wafat. Namun dengan izin Allah, beliau hidup kembali.
Sang raja zhalim Darriyan kemudian terus menerus menyiksa Nabi Jirjis
‘alaihissalam dengan siksaan yang beragam hingga 70 kali, bahkan menurut
sebagian kitab hingga 100 kali. Namun setiap beliau wafat, beliau dihidupkan
kembali oleh Allah subhaanahu wata’aala.
Setelah kewalahan dan kehabisan akal, Darriyan merayu, “Jirjis, jika kau
menaatiku, aku akan menaatimu. Sembahlah berhalaku sekali saja, dan aku akan
menyembah Tuhanmu. Bagaimana?”
Nabi Jirjis ‘alaihissalam lama tidak menyahut, sampai-sampai ada seorang
lelaki yang menyangka sang nabi akan menerima tawaran itu.
Darriyan menyambung, “Aku telah berkali-kali menyiksamu dengan berbagai
siksaan. Sekarang marilah ke rumah untuk menghilangkan keletihanmu malam ini.”
Nabi Jirjis ‘alaihissalam kemudian mengikuti Darriyan menuju rumah, namun
bukan untuk menerima tawaran tadi, melainkan untuk mencari cara mengislamkan
raja zhalim tersebut.
Di rumah Darriyan, Nabi Jirjis ‘alaihissalam semalam suntuk menunaikan
shalat dan membaca Kitab Zabur. Bacaannya malam itu meresap ke hati sang
permaisuri. Istri Darriyan itu menangis, kemudian secara diam-diam menyatakan
masuk Islam.
Pagi harinya, Darriyan sekali lagi menyuruh Nabi Jirjis ‘alaihissalam
sujud pada berhalanya. Namun beliau menolak keras. Akhirnya beliau dibawa ke
sebuah gubuk milik seorang nenek pikun yang tinggal bersama putranya yang buta,
tuli, dan bisu. Di gubuk itulah beliau dipenjara tanpa diberi makan dan minum.
Suatu hari, ketika merasa lapar, Nabi Jirjis ‘alaihissalam berdoa pada
Allah. Dengan izin Allah, tiba-tiba sebatang kayu tiang rumah tumbuh,
menghijau, dan berbuah. Menyaksikan hal yang menakjubkan tersebut, sang nenek memohon
kepada Nabi Jirjis ‘alaihissalam untuk berdoa pada Allah supaya menyembuhkan
putranya. Sang nabi pun memenuhi permintaan tersebut. Putra sang nenek tersebut
kemudian sembuh dan memeluk Islam.
Nabi Jirjis ‘alaihissalam berkata, “Nak, pergilah ke tempat-tempat
berhala raja. Sampaikan pada mereka bahwa Jirjis mengundang mereka.”
Sang anak berangkat. Setelah sampai, ia menyampaikan undangan Nabi Jirjis
‘alaihissalam pada 70 berhala tersebut. Dengan izin Allah, patung-patung itu
mencabut diri dari tempatnya dan berjalan menuju tempat Nabi Jirjis
‘alaihissalam. Setelah patung-patung itu tiba di halaman rumah, Nabi Jirjis
‘alaihissalam memberi isyarat kepada Bumi dengan menjejakkan kakinya. Bumi
kemudian terbelah menelan semua berhala Darriyan.
Sang permaisuri yang menyaksikan kejadian luar biasa tersebut kemudian
tampil di panggung istana dan berkata, “Wahai penduduk negeriku, sayangilah
jiwa kalian. Segeralah kalian masuk Islam. Percayalah, Jirjis adalah seorang
nabi yang diutus Tuhan untuk kita.”
Sang raja menjadi murka dan menatap istrinya, “Sungguh, sejak 70 tahun
aku menyaksikan banyak sekali mukjizat atau keajaiban, tapi aku tidak pernah
masuk Islam. Namun mengapa engkau masuk Islam hanya karena melihat satu
mukjizat saja, wahai istriku?”
Sang permaisuri menjawab, “Yang demikian itu semata-mata karena
kedurjanaan dan kezhalimanmu belaka. Itulah kemalanganmu. Sedangkan bagiku, ini
adalah keberuntunganku.”
Sang permaisuri kemudian dibunuh oleh Darriyan dengan sangat kejam.
Menyaksikan kejadian itu, Nabi Jirjis ‘alaihissalam berdoa, “Ya Allah, 70
tahun hamba menanggung siksaan kaum kafir, sehingga hamba kehilangan daya. Maka
anugerahilah hamba mati syahid.”
Seusai berdoa, Nabi Jirjis ‘alaihissalam melihat nyala api turun dari
langit kepada para pengikut raja. Bersamaan dengan itu, orang-orang kafir itu
mengangkat pedang membunuh beliau. Namun, tak lama kemudian mereka pun,
termasuk Darriyan, mati ditelan api.
Thanks for reading ^_^
Sumber:
Majalah “Misteri” edisi 318, halaman 28 [yang disarikan dari kitab As-Sab’iyat fi Mawazh al-Bariyat]
PS:
Silakan kalau mau copy-paste, namun kalau tidak keberatan
mohon sertakan link-back ke blog ini.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar