Selasa, 04 Juni 2013

HADITS SHOHIH

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم

Berita (khabar) yang dapat diterima bila ditinjau dari sisi perbedaan tingkatannya terbagi menjadi dua klasifikasi pokok, yaitu shohih dan hasan. Masing-masing dari keduanya terbagi menjadi dua klasifikasi lagi, yaitu Li Dzâtihi dan Li Ghairihi. Dengan demikian, klasifikasi berita yang diterima terbagi menjadi 4, yaitu:
1.      Shohih Li Dzâtihi (shohih secara independen)
2.      Hasan Li Dzâtihi (hasan secara independen)
3.      Shohih Li Ghairihi (shohih karena yang lainnya/riwayat pendukung)
4.      Hasan Li Ghairihi (hasan karena yang lainnya/riwayat pendukung)

Dalam tulisan ini, yang akan dibahas adalah Shohih Li Dzâtihi (shohih secara independen).


Definisi Shohih

Secara etimologi, kata “sehat” adalah antonim dari kata “sakit”. Bila diungkapkan terhadap badan, maka memiliki makna yang sebenarnya (haqiqi). Namun bila diungkapkan di dalam hadits dan pengertian-pengertian lainnya, maka maknanya hanya bersifat kiasan (majaz).
Secara terminologi, makna “shohih” adalah hadits yang bersambung sanad-nya (jalur riwayat) melalui periwayatan seorang perawi (periwayat) yang ‘adil, dhâbith, dari perawi semisalnya hingga ujung sanad, dengan tanpa adanya syudzûdz (kejanggalan) dan juga tanpa ‘illat (penyakit). Definisi istilah-istilah tersebut antara lain:

Sanad bersambung ---> setiap rangkaian dari para perawinya telah mengambil periwayatan itu secara langsung dari perawi di atasnya (sebelumnya) dari permulaan sanad hingga akhirnya.

Perawi yang ‘adil ---> setiap rangkaian dari para perawinya memiliki kriteria seorang Muslim, baligh, berakal, tidak fasiq dan juga tidak cacat maruah-nya (harga diri).

Perawi yang dhâbith ---> setiap rangkaian dari para perawi adalah orang-orang yang hafalannya mantap/kuat (bukan pelupa), baik mantap hafalan di kepala ataupun mantap di dalam tulisan (kitab).

Tanpa syudzûdz ---> hadits yang diriwayatkan bukan hadits kategori syâdz (hadits yang diriwayatkan seorang tsiqah (terpercaya) bertentangan dengan riwayat orang yang lebih tsiqah darinya).

Tanpa ‘illat ---> hadits yang diriwayatkan bukan hadits kategori ma’lûl (yang ada ‘illat-nya). Makna ‘illat adalah suatu sebab yang tidak jelas/samar, tersembunyi yang mencoreng keshohihan suatu hadits sekalipun secara lahirnya kelihatan terhindar darinya.

Dari definisi-definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa syarat suatu hadits bisa dianggap shohih adalah:
1.      Sanad-nya bersambung
2.      Para perawinya ‘adil
3.      Para perawinya dhâbith
4.      Tidak terdapat ‘illat
5.      Tidak terdapat syudzûdz

Jika salah satu dari lima syarat tersebut tidak terpenuhi, maka suatu hadits tidak dinamakan sebagai hadits shohih.


Contoh hadits shohih

Hadits di bawah ini dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari di dalam kitabnya, Shohih al-Bukhâri. Beliau berkata:
‘Abdullah bin Yusuf menceritakan kepada kami, dia berkata, Malik memberitakan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, dia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam telah membaca Surat ath-Thûr pada shalat Maghrib.

Hadits tersebut dinilai shohih karena:

1.      Sanad-nya bersambung, sebab masing-masing dari rangkaian para perawinya mendengar dari syaikh-nya. Sedangkan penggunaan lafazh (dari) “oleh Malik, Ibnu Syihab dan Ibnu Jubair” termasuk mengindikasikan ketersambungannya karena mereka bukan digolongkan sebagai perawi mudallis (perawi yang suka mengaburkan riwayat).

2.      Para perawinya dikenal sebagai orang-orang yang ‘adil dan dhâbith. Dalam al-Jarh wa at-Ta’dîl, ulama menyebutkan sifat mereka:
a.      ‘Abdullah bin Yusuf ---> Tsiqah Mutqin
b.      Malik bin Anas ---> Imâm Hâfizh
c.       Ibnu Syihab ---> Faqîh, Hâfizh disepakati keagungan dan ketekunannya
d.      Muhammad bin Jubair ---> Tsiqah
e.      Jubair bin Muth’im ---> Seorang sahabat

3.      Tidak terdapatnya kejanggalan (syudzûdz) sebab tidak ada riwayat yang lebih kuat darinya.

4.      Tidak terdapat ‘illat apapun.

Menurut kesepakatan (ijma’) para ulama hadits dan para ulama Ushul Fiqih dan Fuqaha yang memiliki kapabilitas, hadits shohih wajib diamalkan. Dengan demikian, hadits shohih dapat dijadikan hujjah syari’at dan seorang Muslim tidak boleh diberikan kesempatan untuk tidak mengamalkannya.


Makna ungkapan para ulama hadits “Hadits ini shohih” dan “Hadits ini tidak shohih

Ucapan “Hadits ini shohih” bermakna bahwa lima syarat keshohihan telah terealisasi dan terdapat pada suatu hadits. Namun di lain pihak, hal tersebut bukan berarti pemastian keshohihannya sebab bisa jadi seorang perawi yang tsiqah keliru atau lupa.

Maksud ucapan “Hadits ini tidak shohih” adalah bahwa lima syarat tersebut ataupun sebagiannya belum terealisasi pada suatu hadits. Namun di lain pihak, hal tersebut bukan berarti hadits itu merupakan berita bohong sebab bisa saja seorang perawi yang banyak kekeliruan bertindak benar.


Sanad paling shohih mutlak

Jumhur (mayoritas) ulama menyatakan bahwa sanad tertentu tidak dapat dinyatakan secara mutlak sebagai sanad yang paling shohih. Hal ini karena perbedaan tingkatan keshohihan itu didasarkan pada terpenuhinya syarat-syarat keshohihan, sedangkan terpenuhinya kualitas paling tinggi dalam syarat-syarat tersebut sangat jarang terjadi. Oleh karena itu, lebih baik menahan diri dari menyatakan bahwa sanad tertentu merupakan sanad yang paling shohih secara mutlak. Meskipun demikian, sebagian ulama telah meriwayatkan pernyataan pada sanad-sanad yang dianggap paling shohih. Meski sebenarnya, masing-masing imam menguatkan pendapat yang menurut mereka lebih kuat.

Beberapa pernyataan tersebut menyatakan bahwa riwayat-riwayat yang paling shohih adalah:
1.      Riwayat az-Zuhri dari Salim dari ayahnya (‘Abdulah bin ‘Umar); ini adalah pernyataan yang dinukil dari Ishaq bin Rahawaih dan Imam Ahmad.
2.      Riwayat Ibnu Sirin dari ‘Ubaidah dari ‘Ali (bin Abi Thalib); ini adalah pernyataan yang dinukil dari Ibnu al-Madini dan al-Fallas.
3.      Riwayat al-A’masy dari Ibrahim dari ‘Alqamah dari ‘Abdullah (bin Mas’ud); ini adalah pernyataan yang dinukil dari Yahya bin Ma’in.
4.      Riwayat az-Zuhri dari ‘Aliy dari al-Husain dari ayahnya dari ‘Ali; ini adalah pernyataan yang dinukil dari Abu Bakar bin Abi Syaibah.
5.      Riwayat Malik dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar; ini adalah pernyataan yang dinukil dari Imam al-Bukhari.


Ash-Shohihain

            Ash-Shohihain adalah kitab hadits Imam Bukhari dan Imam Muslim. Kitab Shohih al-Bukhâri adalah kitab pertama yang hanya membuat hadits shohih saja. Kitab selanjutnya adalah Shohih Muslim. Kedua kitab tersebut adalah kitab paling shohih setelah Al-Qur’an. Umat Islam telah bersepakat (ijma’) untuk menerima keduanya.

            Shohih al-Bukhâri dianggap yang paling shohih. Selain paling banyak faedahnya, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari paling tersambung sanad-nya dan para perawinya paling tsiqah. Di dalamnya juga terdapat intisari-intisari fiqih dan kata-kata bijak yang tidak terdapat dalam Shohih Muslim. Namun, tinjauan ini bersifat kolektif, karena terkadang sebagian hadits riwayat Imam Muslim lebih kuat dari sebagian hadits riwayat Imam Bukhari. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa Shohih Muslim lebih shohih, namun jumhur ulama menyatakan  Shohih al-Bukhâri lebih shohih.

            Tidak semua hadits shohih tercantum dalam ash-Shohihain. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim tidak mencantumkan semua hadits ke dalam kitab shohih mereka ataupun berkomitmen untuk itu. Al-Bukhari sendiri pernah menegaskan bahwa beliau belum mencatat seluruh hadits (yang dianggap) shohih. Imam Muslim pun berkata, “Tidak semua yang menurut saya shohih saya muat di sini, yang saya muat hanyalah yang disepakati atasnya.”

            Sebagian ulama berpendapat bahwa hanya sedikit hadits shohih yang belum dicantumkan dalam ash-Shohihain. Namun, jumhur ulama menyatakan bahwa masih banyak hadits shohih yang belum mereka cantumkan. Imam al-Bukhari mengatakan, “Hadits-hadits shohih lainnya yang aku tinggalkan lebih banyak.” Beliau juga menyatakan, “Aku hafal sebanyak 100.000 hadits shohih dan 200.000 hadits yang tidak shohih.”

            Shohih al-Bukhâri memuat 7.275 hadits termasuk yang diulang, sedangkan yang tanpa diulang sebanyak 4.000 hadits. Di dalam Shohih Muslim terdapat 12.000 hadits termasuk yang diulang, sedangkan yang tanpa diulang lebih kurang 4.000 hadits juga.


Kitab hadits lain

            Kitab hadits lain yang terpercaya dan termasyhur adalah Shohih Ibnu Khuzaimah, Shohih Ibnu Hibbân, Mustadrak al-Hâkim, Empat Kitab Sunan, Sunan ad-Dâruquthni, Sunan al-Baihaqi, dan lain-lain. 

(1)   Mustadrak ash-Shohihain karya al-Hâkim
Mustadrak ash-Shohihain adalah sebuah kitab hadits tebal yang memuat hadits-hadits yang shohih berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh asy-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim) atau salah satunya. Kitab ini juga memuat hadits yang belum tercantum dalam ash-Shohihain namun hadits tersebut sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan mereka berdua.
Al-Hâkim juga memuat hadits-hadits yang dianggapnya shohih meskipun tidak berdasarkan persyaratan salah seorang dari kedua imam hadits tersebut dengan menyatakannya sebagai hadits yang sanadnya shohih. Terkadang beliau juga memuat hadits yang tidak shohih namun hal itu diingatkan olehnya. Beliau dikenal sebagai kelompok ulama hadits yang mutasâhil (yang menggampang-gampangkan) di dalam penilaian keshohihan hadits. Oleh karena itu, perlu diadakan analisis terhadap kualitas hadits-haditsnya sesuai dengan kondisinya. Imam adz-Dzahabi telah menganalisis dan memberikan penilaian terhadap kebanyakan haditsnya sesuai dengan kondisinya. Namun, kitab ini masih tetap perlu dianalisis.

(2)   Shohih Ibnu Hibbân
Sistematika penulisan kitab ini tidak rapi (acak). Kitab ini tidak disusun perbab ataupun per-musnad. Oleh karena itu, beliau menamakan bukunya “at-Taqâsîm wa al-Anwâ’” (Klasifikasi-Klasifikasi dan Beragam Jenis). Mencari suatu hadits dalam kitab ini sangat sulit. Meski begitu, ada sebagian ulama muta`akhkhirin (seperti al-Amir ‘Alâ` ad-Dîn, Abu al-Hasan ‘Ali bin Bilban, w.739 H dengan judul al-Ihsân Fî Taqrîb Ibnu Hibbân) yang telah menyusunnya berdasarkan bab.
Ibnu Hibbân juga dikenal sebagai ulama yang mutasâhil namun lebih ringan daripada al-Hâkim. (Tadrîb ar-Râwy:1/109)

(3)   Shohih Ibnu Khuzaimah
Kualitas keshohihan kitab ini lebih tinggi daripada Shohih Ibnu Hibbân karena penulisnya, Ibnu Khuzaimah, dikenal sebagai orang yang sangat berhati-hati. Saking hati-hatinya, beliau kerap abstain (tidak memberikan penilaian) terhadap suatu keshohihan hadits karena kurangnya pembicaraan seputar sanad-nya.


Tingkatan keshohihan

1.      Tingkatan tertinggi atau pertama, yaitu jika diriwayatkan dengan sanad yang paling shohih, seperti Malik dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar.
2.      Tingkatan ke dua, yaitu jika diriwayatkan dari jalur Rijâl (rentetan para perawi) yang kapasitasnya di bawah kapasitas Rijâl pada sanad pertama di atas seperti riwayat Hammâd bin Salamah dari Tsâbit dari Anas.
3.      Tingkatan ke tiga, yaitu jika diriwayatkan oleh perawi yang terbukti dinyatakan sebagai perawi tsiqah terendah, seperti riwayat Suhail bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.


Tujuh tingkatan hadits shohih

1.      Hadits yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (tingkatan paling tinggi).
2.      Hadits yang diriwayatkan secara tersendiri oleh al-Bukhari.
3.      Hadits yang dirwayatkan secara tersendiri oleh Muslim.
4.      Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya.
5.      Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya.
6.      Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan Muslim sementara dia tidak mengeluarkannya.
7.      Hadits yang dinilai shohih oleh ulama selain keduanya seperti Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibbân yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadits tersebut (al-Bukhari dan Muslim).


Thanks for reading  ^_^

Sumber:
Buku “Menyongsong Imam Mahdi: Sang Penakluk Dajjal”, 2009 (cetakan IV), karya Muhammad Isa Dawud


P.S.

Silakan kalau mau copy-paste, namun kalau tidak keberatan mohon sertakan link-back ke blog ini. Terima kasih.



Related Posts:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar