بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم
Masa Fir’aun Menephthah, atau Ramses II, yang sezaman dengan
Nabi Musa ‘alaihissalam, merupakan zaman para penyihir ulung.
Pada surat Thaha 60-64, Allah menceritakan tentang Fir’aun
yang mengumpulkan semua tukang sihir untuk menghadapi Nabi Musa ‘alaihissalam.
Menurut Muhammad bin Kaab, jumlah penyihir tersebut adalah 80.000 orang.
Sedangkan menurut Qasim bin Abi Bazzah berjumlah 30.000an orang. Abu Umamah
mengatakan 19.000 orang, Muhammad bin Ishaq mengatakan 15.000 orang, dan Kaab
Al-Ahbar mengatakan 12.000 orang. Sedangkan menurut riwayat Ibnu Abi Hatim,
dari Ibnu Abbas, menyebutkan 70.000 orang. Ibnu Abbas juga meriwayatkan bahwa
mereka berjumlah 40.000 pemuda Bani Israil, yang sebelumnya memang
diperintahkan oleh Fir’aun untuk belajar sihir (namun riwayat ini diragukan).
Setelah semuanya berkumpul, termasuk seluruh penduduk,
“pertarungan” pun dimulai. Dalam surat Thaha 65-69, diceritakan mengenai
terjadinya “pertarungan” ini. Tali-tali dan tongkat-tongkat para penyihir
berubah menjadi ular.
Namun, sihir tersebut sebenarnya hanyalah teknik
menipu/mengelabui pandangan orang yang melihat. Para penyihir tersebut
“merekayasa” pandangan semua orang sehingga mata mereka melihat seolah-olah
tali dan tongkat tersebut berubah menjadi ular. Yang tidak tertipu tentu saja
adalah para penyihir tersebut. Nabi Musa ‘alaihissalam yang sebelumnya juga
merasa takut ditenangkan oleh Allah, bahwa dialah yang kemudian akan menang.
Setelah diperintahkan oleh Allah, Nabi Musa ‘alaihissalam
kemudian melemparkan tongkatnya. Tongkat tersebut kemudian berubah menjadi ular
raksasa (sejumlah ulama salaf bahkan menyebut ular tersebut mempunyai kaki)
yang kemudian melahap semua ular jadi-jadian yang diciptakan para penyihir.
Para penyihir yang terkaget-kaget itu kemudian menyadari
bahwa yang dilakukan Nabi Musa ‘alaihissalam bukanlah sihir, karena tongkatnya
memang benar-benar berubah menjadi ular. Mereka kemudian meyakini bahwa itu
merupakan mukjizat yang diberikan oleh Allah subhaanahu wata’aala. Mereka pada
akhirnya berserah diri dan bersujud, dan berkata, “Kami beriman kepada Tuhan
Musa dan Harun.”
Para penyihir itu kemudian dihukum dengan sangat berat oleh
Fir’aun. Dalam surat Asy-Syu’araa’ 29-51, diceritakan bahwa mereka akan dihukum
dengan dipotong tangan dan kaki secara bersilangan (tangan kanan dan kaki kiri,
atau tangan kiri dan kaki kanan), dan kemudian disalib.
Abdullah bin Abbas dan Ubaid bin Umair meriwayatkan, “Pagi
hari mereka adalah penyihir, sedangkan di sore hari mereka sudah menjadi para
syahid yang mulia.”
Thanks for reading ^_^
Sumber:
buku Qashash Al-Anbiyaa’, 2002,
karya Ibnu Katsir
PS:
Silakan kalau mau copy-paste, namun kalau tidak keberatan
mohon sertakan link-back ke blog ini.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar