Rabu, 05 Juni 2013

BIOGRAFI IMAM AL-BUKHORI [2]

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم

Badai di Bukhara

            Berita tentang akan datangnya Muhammad bin Ismail telah tersebar di Bukhara. Penduduk Bukhara melakukan berbagai persiapan untuk menyambut beliau di pintu kota. Ahmad bin Mansur asy-Syirazi menceritakan bahwa dia mendengar dari berbagai orang yang menyaksikan peristiwa penyambutan tersebut bahwa masyarakat membangun gapura penyambutan di lokasi yang berjarak 1 farsakh (± 5 km) dari kota Bukhara. Ketika al-Bukhori sudah tiba di gapura tersebut, seluruh penduduk menyambutnya dengan penuh suka cita. Disebutkan bahkan para penduduk melemparkan kepingan emas dan perak ke jalan yang akan diinjak oleh al-Bukhori. Mereka berdiri di kedua sisi jalan masuk kota Bukhara sambil berlomba memberikan buah anggur istimewa kepada sang imam Ahlul-hadits tersebut.

            Beberapa hari setelah itu, para ulama fiqih mulai resah karena telah terjadi beberapa perubahan cara beribadah penduduk Bukhara. Bukhara adalah kota yang memberlakukan Madzhab Hanafi, sedangkan al-Bukhori mengajarkan hadits sesuai dengan pengertian Ahlul-hadits yang tidak terikat dengan madzhab tertentu. Para penduduk tampak mengamalkan sikap-sikap yang diajarkan Ahlul-hadits, bukan pengamalan Madzhab Hanafi; orang yang beriqamat untuk shalat jamaah tidak lagi menggenapkan bacaan iqamat seperti adzan, namun beriqamat secara satu-satu sebagaimana yang terdapat dalam hadits-hadits shohih; ketika bertakbir dalam shalat awalnya tidak mengangkat tangan sebagaimana dalam Madzhab Hanafi, namun mereka kemudian bertakbir dengan mengangkat tangan.

             Perubahan cara beribadah seperti itu membuat resah para ulama fiqih Bukhara. Salah seorang dari mereka, Huraits bin Abi Wuraiqa’, mengatakan tentang Imam al-Bukhori, “Orang ini pengacau. Dia akan merusak kehidupan keagamaan di kota ini. Muhammad bin Yahya telah mengusirnya dari Naisabur, padahal dia imam Ahlul-hadits.”

            Huraits dan kawan-kawan kemudian mulai berusaha memengaruhi gubernur Bukhara agar mengusir Imam al-Bukhori. Sang gubernur bernama Khalid bin Ahad as-Sadusi adz-Dzuhli.

            Gubernur tersebut pernah meminta al-Bukhori untuk datang ke istananya untuk mengajarkan kitab At-Tarikh dan Shohih al-Bukhori kepada anak-anaknya. Namun, Imam al-Bukhori menolaknya dengan mengatakan:
“Saya tidak akan menghinakan ilmu ini dan saya tidak akan membawa ilmu ini dari pintu ke pintu. Oleh karena itu bila Anda memerlukan ilmu ini, maka hendaknya Anda datang saja ke masjid saya atau ke rumah saya. Bila sikap saya yang demikian ini tidak menyenangkan Anda, Anda adalah penguasa. Silakan Anda melarang saya membuka majelis ilmu ini agar saya punya alasan di sisi ALLAH di Hari Kiamat bahwa saya tidaklah menyembunyikan ilmu (tetapi dilarang oleh penguasa untuk menyampaikannya).”

            Gubernus Khalid sangat kecewa dengan sikap al-Bukhori. Hal ini membuat hasutan Huraits dan kawan-kawannya berhasil membidik sang gubernur. Mereka akhirnya sepakat untuk merencanakan mengusir al-Bukhori dari Bukhara. Terlebih lagi, telah datang surat dari Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli dari Naisabur kepada sang gubernur yang memberitakan bahwa al-Bukhori telah menampakkan sikap menyelisihi sunnah Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, rencana pengusiran telah matang.

            Upaya pengusiran diawali dengan dibacakannya surat Muhammad bin Yahya di hadapan penduduk Bukhara. Surat tersebut tentu saja yang isinya bahwa al-Bukhari adalah Ahlul-bid’ah dengan mengatakan bahwa “lafadh-ku ketika membaca Al-Quran adalah makhluk.” Namun ternyata, hal tersebut tidak berpengaruh banyak terhadap penduduk Bukhara dan mereka masih terus memuliakan beliau.

            Namun demikian, al-Bukhori tetap diusir secara paksa dan membuatnya sangat kecewa. Sebelum keluar dari Bukhara, beliau sempat mendoakan celaka atas orang-orang yang terlibat langsung pengusirannya. Ibrahim bin Ma’qil an-Nasafi mengatakan, “Aku melihat Muhammad bin Ismail pada hari beliau diusir dari Bukhara. Aku mendekat padanya dan aku bertanya, ‘Wahai Abu Abdillah, apa perasaanmu dengan pengusiran ini?’ Beliau menjawab, ‘Aku tidak peduli selama agamaku selamat.’”

            Imam Bukhori meninggalkan Bukhara dengan penuh kekecawaan dan dilepas penduduk Bukhara dengan penuh kepiluan. Beliau berjalan menuju Desa Bikanda dan kemudian berjalan lagi ke Desa Khartanka. Keduanya merupakan desa di negeri Samarkand. Di desa terakhir inilah beliau jatuh sakit dan dirawat di salah seorang kerabatnya yang merupakan penduduk setempat.


Akhir Hayat Imam Al-Bukhori

            Di usianya yang ke-62, dengan tubuh yang kurus kering, beliau berdoa mengadukan segala kepedihannya kepada ALLAH TA’ĀLA: “Ya ALLAH, Bumi serasa sempit bagiku. Tolonglah ya ALLAH. ENGKAU panggil aku ke haribaan-MU.” Sesaat setelah itu, beliau menghembuskan nafas terakhir. Peristiwa itu terjadi pada malam Sabtu di malam Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 256 H.

            Sebelum wafat, Imam Bukhori berwasiat agar jenazahnya dikafani dengan tiga lapis kain kafan tanpa imamah (kain pengikat) dan tanpa baju. Beliau juga berwasiat agar kain kafannya berwarna putih. Semua wasiat beliau dijalankan dengan baik. Beliau dikebumikan di Desa Khartanka pada 1 Syawal 256 H setelah shalat Dzuhur. Sesaat setelah pemakaman, wangi harum tersebar dari kuburnya dan terus semerbak hingga berhari-hari.


Pembersihan Nama Baik Al-Bukhori

            Gubernur Bukhara, Khalid bin Ahmad adz-Dzuhli menuai hasil kedzalimannya dengan datangnya keputusan pencopotan jabatannya dari Khalifah al-Muktamad karena tuduhan ikut terlibat pemberontakan Ya’qub bin al-Laits terhadap Khilafah ath-Thahir. Sang mantan gubernur dipenjara di Baghdad hingga meninggal pada 269 H. Kehancuranpun menimpa Huraits bin Abi Waraqa’. Anak-anaknya berbuat tercela. Para penentang Imam al-Bukhori kemudian menyatakan penyesalan dan kesedihan atas wafatnya beliau dan sebagian menyempatkan mendatangi kuburnya.

            Sejak itu, orang-orang mulai berani menyebarkan pembelaan terhadap al-Bukhori dari segala fitnah. Namun, pembelaan tersebut tenggelam dalam hiruk-pikuk fitnah terhadap beliau.

            Muhammad bin Nasir al-Marwazi mempersaksikan bahwa Imam al-Bukhori menyatakan:
“Barangsiapa yang mengatakan bahwa aku telah berpendapat bahwa lafadh-ku ketika membaca Al-Quran adalah makhluk, maka sungguh dia adalah pendusta, karena sesungguhnya aku tidak pernah mengatakan demikian.”

            Abu Amr Ahmad bin Nasir an-Naisaburi al-Khaffaf mempersaksikan bahwa Imam al-Bukhori telah berkata padanya:
“Wahai Abu Amir, hafal baik-baik apa yang aku ucapkan: Siapa yang menyangka bahwa aku berpendapat bahwa lafadh-ku tentang Al-Quran adalah makhluk, baik dia dari penduduk Naisabur, Qaumis, Ar-Roy, Hamadzan, Hulwan, Baghdad, Kuffah, Basrah, Mekkah, atau Madinah, maka ketahuilah bahwa yang menyangka aku demikian itu adalah pendusta. Karena sesungguhnya aku tidaklah mengatakan demikian. Hanya saja aku mengatakan: segenap perbuatan hamba ALLAH itu adalah makhluk.”

            Yahya bin Said berkata bahwa Abu Abdillah al-Bukhori telah berkata:
“Gerak-gerik hamba ALLAH, suara mereka, tingkah laku mereka, segala tulisan mereka adalah makhluk. Adapun Al-Quran yang dibaca dengan suara huruf-huruf tertentu, yang ditulis di lembaran-lembaran penulisan Al-Quran,yang dihafal di hati para penghafalnya, maka semua itu adalah kalamullah dan bukan makhluk.”

            Ghunjar membawakan riwayat yang sanad-nya sampai ke al-Fibabri, dia berkata bahwa al-Bukhori telah mengatakan:
“Al-Quran kalamullah dan bukan makhluk. Barangsiapa yang mengatakan bahwa Al-Quran itu makhluk maka sungguh dia telah kafir.”
Al-Bukhori bahkan menulis kitab khusus tentang perkara ini dengan judul Khalqu Af’alil Ibad yang isinya menjelaskan pendirian beliau dalam perkara ini dengan gamblang dan jelas, serta lengkap dan ilmiah.

            Gubernur Bukhara, Khalid bin Ahmad dan ulama Huraits bin Abi Waraqa’ menyimpan ketidaksenangan kepada al-Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhori dan berencana mengusirnya dari Bukhara. Ketika sedang mencari-cari alasan pembenaran pengusiran tersebut, datanglah surat dari Muhammad bin Yahya. Tanpa penyelidikan dan penelitian, surat ini dengan segera dibacakan di hadapan penduduk Bukhara dan diputuskanlah pengusiran Imam al-Bukhori sehingga kesan yang diharapkan adalah bahwa pengusiran tersebut karena semata-mata alasan agama dan bukan karena alasan lainnya.


Pujian Terhadap Al-Bukhori

            Al-Imam al-Hafidh Abil Hajjaj Yusuf bin al-Mizzi dalam kitabnya, Tahdzibul Kamal fi Asma’ir Rijal, meriwayatkan beberapa pujian para Ahlul-hadits dan sanjungan mereka kepada Muhammad bin Ismail al-Bukhori. Salah satu riwayat tersebut adalah pernyataan al-Imam Mahmud bin An-Nadhir Abu Sahl asy-Syafi’i:
“Aku masuk ke berbagai negeri yaitu Basrah, Syam, Hijaz dan Kufah. Aku melihat di berbagai negeri tersebut bahwa para ulamanya bila menyebutkan nama Muhammad bin Ismail al-Bukhori, mereka selalu lebih mengutamakannya daripada diri mereka sendiri.”

            Al-Imam Muhammad bin Abi Hatim meriwayatkan bahwa Hasyid bin Ismail dan seorang lagi (tidak disebutkan namanya) menceritakan:
“Para ulama Ahlul-hadits di Basrah di zaman al-Bukhori masih hidup merasa lebih rendah pengetahuannya dalam hadits dibanding al-Imam al-Bukhori. Padahal beliau ini masih muda belia. Sehingga suatu ketika pernah terjadi saat beliau berjalan dipaksa duduk di pinggir jalan dan dikerumuni ribuan orang yang menanyakan kepada beliau berbagai masalah agama. Padahal di wajah beliau masih belum tumbuh rambut pada dagunya (belum berjanggut) dan juga belum tumbuh kumis.”

            At-Tirmidzi berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang dalam hal illat dan rijal, lebih mengerti daripada al-Bukhori.”

            Ibnu Khuzaimah berkata, “Aku tidak melihat di bawah permukaan langit seseorang yang lebih tahu tentang hadits Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam daripada Muhammad bin Ismail al-Bukhori.”

            Imam Muslim bin al-Hajjaj pernah mendatangi Imam al-Bukhori lalu mencium antara kedua matanya dan berkata, “Biarkan aku mencium kedua kakimu, wahai guru para guru, pemimpin para Ahlul-hadits dan dokter penyakit hadits.”

            Abu Nu’im dan Ahmad bin Ahmad berkata, “Al-Bukhori adalah faqih (ahli hukum) dari ummat ini.”

            Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman ad-Darimy berkata, “Muhammad bin Ismail orang yang tercakap dalam bidang hukum dari antara kai dan lebih banyak mencari hadits.”


Kitab-Kitab Al-Bukhori

Al-Jami’us Shohih al-Musnad min Haditsi Rasulillah wa Sunanihi wa Ayyamihi, atau Al-Jami’ ash-Shohih, merupakan kitab paling shohih setelah Al-Quran. Hadits yang Imam Bukhori dengar sendiri dari gurunya berjumlah lebih dari 70.000.

Hafiz berkomentar mengenai sebagian hadits Imam Bukhori bahwa 110 hadits hadits tersebut dikritik. Dari 110 tersebut itu ditakhrijkan oleh Imam Muslim sebanyak 32 hadits dan oleh Hafiz sendiri sebanyak 78 hadits. Ibnu Hajar al-Asqalani berpendapat bahwa hadits-hadits yang dipersoalkan ini “tidak seluruhnya ber-’illat tercela, melainkan kebanyakan jawabannya mengandung kemungkinan dan sedikit dari jawabannya menyimpang.”

Kitab Shohih al-Bukhori mempunyai banyak syarah yang oleh Kasyf adh-Dhunun disebutkan 82 syarah. Namun yang paling utama adalah syarah Ibnu Hajar al-Asqalani yang bernama “Fat al-Bari”, dan berikutnya syarah “Al-Asthalani”, kemudian syarah “Al-Aini Umdat al Qari”.

Imam al-Bukhori menyusun banyak kitab, antara lain At-Tarawikh ats Tsalatsah al-Kabir wal Ausath wash-Shaghir (Tiga Tarikh: Besar, Sedang, dan Kecil), kitab Al-Kuna, kitab Al-Wuhdan, kitab Al-Adab al-Mufrad, kitab Adh-Dhu’afa, dan lain-lain.

Al-Bukhori meriwayatkan hadits yang bersumber dari Adh-Dhahhak bin Mukhallad Abu Ashim an-Nabil, Makki bin Ibrahim al-Handhali, Ubaidullah bin Musa al-Abbasi, Abdullah Quddus bin al-Hajjaj, Muhammad bin Abdullah al-Anshari, dan lain-lain. Sedangkan yang meriwayatkan dari beliau banyak sekali, misalnya At-Tirmidzi, Muslim, Nasa’i, Ibrahim bin Ishaq al-Hurri, Muhammad bin Ahmad ad-Daulabi, dan orang terakhir yang meriwayatkan darinya adalah Manshur bin Muhammad al-Bazwadi.


Thanks for reading  ^_^

Sumber:

Daftar pustaka (seperti yang tercantum dalam sumber):
1)      Al-Quranul Karim
2)      At-Tarikhul Kabir, Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Darul Fikr, tanpa tahun.
3)      Kitabuts Tsiqat, Al-Imam Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Abi Hatim At-Tamimi Al-Busti, darul Fikr, th. 1393 H / 1993 M.
4)      Kitabul Jarh wat Ta’dil, Al-Imam Abi Muhammad Abdurrahman bin Abi Hatim At-Tamimi Al-Handlali Ar-Razi, darul Fikr, tanpa tahun.
5)      Khalqu Af’alil Ibad, Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Muassasatur Risalah, th. 1411 H / 1990 M.
6)      Tarikh Baghdad, Al-Imam Abi Bakr Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi, Darul Fikr, tanpa tahun.
7)      Al-Ikmal, Al-Amir Al-Hafidh Ali bin Hibatullah Abi Naser bin Makula, Darul Kutub Al-Ilmiah, th. 1411 H / 1990 M.
8)      Thabaqatul Hanabilah, Al-Qadli Abul Husain Muhammad bin Abi Ya’la, Darul Ma’rifah, Beirut, Libanon, tanpa tahun.
9)      Rijal Shahih Al-Bukhari, Al-Imam Abu Naser Ahmad bin Muhammad bin Al-Husain Al-Bukhari Al-Kalabadzi, Darul Baaz, th. 1407 H / 1987 M.
10)  Al-Kamil fit Tarikh, Al-Allamah Ibnu Atsir, Darul Fikr, tanpa tahun.
11)  Tahdzibul Kamal, Al-Hafidh Abil Hajjaj Yusuf Al-Mizzi, Muassasatur Risalah, th. 1413 H / 1992 M.
12)  Kitab Tadzkratul Huffadl, Al-Imam Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad Adz-Dzahabi, Darul Kutub Al-Ilmiah, tanpa tahun.
13)  Siyar A`lamin Nubala’, Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi, Muassasatur Risalah, th. 1417 H / 1996 M.
14)  Al-Bidayah wan Nihayah, Al-Hafidh Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Darul Kutub Al-Ilmiyah, th. 1408 H / 1988 M.
15)  Hadyus Sari Muqaddimah Fathul Bari, Al-Imam Al-Hafidh Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Al-Maktabah As-Salafiyah, tanpa tahun.
16)  Qaidah fi Jarh wat Ta’dil, Al-Imam Tajuddin Abdul Wahhab bin Ali As-Subki, Al-Maktabah Al-Ilmiah, Lahore, Pakistan, th. 1403 H / 1983 M.
17)  Biografi Al-Bukhari dalam Tarikh al-Baghdad, al-Khatib 2/4-36.
18)  Tadzkirat al-Huffadh 2/122.
19)  Tahzib at-Tahdzib Ibnu Hajar Asqalani 9/47.


P.S.
Silakan kalau mau copy-paste, namun kalau tidak keberatan mohon sertakan link-back ke blog ini. Terima kasih.



Related Posts:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar