بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم
“Jika kamu masih mempunyai banyak
pertanyaan, maka kamu belum dikatakan beriman. Iman adalah percaya apa adanya,
tanpa reserve.”
Itulah kira-kira pernyataan yang akan
selalu diingat oleh seorang Felix Siauw. Ketika itu, dia masih berusia 12 tahun
dan seorang penganut Kristen Katholik, dan mempunyai banyak sekali pertanyaan. Di
antara semua pertanyaan itu, terdapat tiga pertanyaan paling utama: Dari mana
asal kehidupan ini; Untuk apa ada kehidupan ini; dan Akan seperti apa akhir
kehidupan ini.
Dari tiga pertanyaan utama tersebut
muncullah beberapa pertanyaan turunan seperti:
Mengapa Tuhan pencipta kehidupan ini ada
tiga; Tuhan Bapa, Tuhan Putra, dan Roh Kudus?
Darimana asal Tuhan Bapa?
Mengapa Tuhan bisa disalib dan dibunuh lalu
mati, lalu bangkit lagi?
Mencari
Jawaban di Alkitab
Semua jawaban pertanyaan itu selalu Felix
dapatkan mengambang dan tidak memuaskan. Ketidakpuasan tersebut kemudian
mendorongnya untuk mencari jawaban sendiri di Alkitab, kitab yang dia yakini datang
dari Tuhan, yang dia pikir bisa memberikan jawaban. Sejak itu, dia mulai
mempelajari isi Alkitab yang belasan tahun tidak pernah dia buka secara sadar
dan sengaja.
Setelah sedikit berusaha memahami dan
mendalami Alkitab, Felix terkejut karena baru mengetahui bahwa 14 dari 27 surat
dari Injil Perjanjian Baru ternyata ditulis oleh manusia, yaitu Santo Paulus. Dia
hampir tidak percaya karena lebih dari setengah isi kitab yang dia yakini kitab
Tuhan ditulis oleh manusia. Dia lebih terkejut lagi ketika mengetahui bahwa
sisa kitab yang lainnya pun merupakan tulisan tangan manusia setelah wafatnya
Yesus. Kesimpulan Felix, Yesus sendiripun tidak mengetahui apa isi Injilnya.
Felixpun kemudian mengetahui bahwa konsep
Trinitas yang menyatakan Tuhan itu tiga dalam satu dan satu dalam tiga (Bapa,
Anak/Putra, dan Roh Kudus), yang merupakan inti ajaran Kristen, ternyata
merupakan hasil kongres di Kota Nicea pada 325 Masehi. Felix juga menemukan
sangat sedikit keterangan yang diberikan dalam Alkitab tentang kehidupan
setelah mati, Hari Kiamat, dan asal usul manusia.
Setelah proses pencarian tersebut, Felix
akhirnya memutuskan bahwa agama yang dia anut tidaklah pantas untuk
dipertahankan atau diseriusi, karena tidak memberinya jawaban atas semua
pertanyaan mendasar, dan juga tidak memberikan pedoman dan solusi dalam
menjalani hidup.
Hidup
Tidak Beragama
Sejak saat itu, Felix memutuskan untuk
menjadi orang yang tidak beragama, namun tetap percaya pada Tuhan. Dia berkesimpulan
bahwa semua agama tidak ada yang benar karena sudah diselewengkan oleh para
penganutnya seiring berjalannya waktu. Dia menganggap semua agama sama, tidak
ada yang benar dan tidak ada yang salah. Dia juga beranggapan bahwa Tuhan
seperti halnya Matahari, dan para Nabi-Nya dengan agamanya masing-masing adalah
Bulan yang memantulkan cahaya Matahari, dan pemantulan itu tidak ada yang
sempurna sehingga agamapun tidak ada yang sempurna. Tanpa sadar, dia telah masuk
ke ideologi sekuler. Dia kemudian menjadi orang yang sinkretis dan pluralis.
Mengenal
Islam
Lima tahun kemudian, semua pandangan Felix
Siauw tentang konsep agama berubah dan runtuh sama sekali ketika dia berkuliah di salah satu PTN. Dia bertemu
dengan seorang ustadz muda, aktivis gerakan dakwah Islam internasional, dan
juga mulai mengenal Al-Quran. Diskusi dengan sang ustadz bermula dari
perdebatannya dengan seorang teman mengenai kebenaran. Sang teman berpendapat
bahwa kebenaran ada di dalam Al-Quran, sedangkan Felix sendiri belum
mendapatkan kebenaran. Dia kemudian dipertemukan dengan sang ustadz untuk
berdiskusi lebih lanjut.
Kepada sang ustadz, Felix bercerita tentang
pengalaman hidupnya termasuk tiga pertanyaan paling mendasar tadi. Mereka lalu
berdiskusi dan bersepakat bahwa Tuhan itu ada dan Dia merupakan Pencipta alam
semesta.
Felix kemudian bertanya, “Saya yakin Tuhan
itu ada, dan saya berasal dari-Nya, tapi masalahnya ada lima agama yang
mengklaim mereka punya petunjuk bagi manusia untuk menjalani hidupnya. Yang manakah
lalu yang bisa kita percaya?”
Sang ustadz menjawab, “Apapun diciptakan
pasti mempunyai petunjuk tentang caranya bekerja. Begitupun manusia. Masalahnya,
yang manakah kitab petunjuk yang paling benar dan bisa membuktikan diri bahwa
ia datang dari Sang Pencipta atau Tuhan yang Maha Kuasa.”
Sang ustadz lalu membacakan suatu ayat
Al-Quran:
Membaca ayat tersebut, Felix terpesona
dengan ketegasan dan kejelasan serta ketinggian makna kitab tersebut. Dia berpikir
mengapa penulis kitab ini berani menuliskan seperti itu. Seolah membaca
pikirannya, sang ustadz kemudian melanjutkan, “Kata-kata ini adalah hal yang
sangat wajar bila penulisnya bukanlah manusia, (yang merupakan) ciptaan yang
terbatas, melainkan Pencipta. Not creation but The Creator. Bahkan Al-Quran
menantang manusia untuk mendatangkan yang semacamnya.”
Ketika itu,
pikiran Felix membeku dan bergejolak seperti jerami kering yang terbakar api. Dalam
hati dia berkata, “Mungkin inilah kebenaran yang selama ini saya cari.” Namun, saat
itu masih ada keraguan dalam hatinya, dan belum mau mengakui bahwa Al-Quran
adalah suatu kitab yang sangat istimewa yang tidak bisa didatangkan oleh
siapapun.
Felix kemudian
bertanya lagi.
Felix : Lalu mengapa agama yang sedemikian hebat
malah terpuruk, menjadi pesakitan, hina dan menghinakan dirinya sendiri?
Dengan tersenyum
dan penuh ketenangan sang ustadz menjawab.
Ustadz : Islam tidak sama dengan Muslim. Islam sempurna,
mulia dan tinggi, tidak ada satupun yang tidak bisa dijelaskan dan
dijawab dalam Islam. Muslim akan mulia, tinggi juga hebat. Dengan satu syarat, mereka
mengambil Islam secara kaffah (sempurna) dalam kehidupan mereka.
Felix : Jadi maksud ustadz, Muslim yang sekarang
tidak atau belum menerapkan Islam secara sempurna?
Ustadz : Ya, itulah kenyataan yang bisa anda lihat.
Felix Siauw
kemudian dijelaskan panjang lebar mengenai perbedaan Islam dengan Muslim. Penjelasan
tersebut dirasakannya sangat luar biasa sehingga memperlihatkan bagaimana
sistem Islam kaffah bekerja. Hal tersebut belum pernah dia dengar selama
ini. Ketika itu dia sadar betul kelebihan dan kebenaran Islam. Selama ini dia
membenci Islam karena hanya melihat Muslimnya saja, bukan Islamnya. Dia hanya
melihat sebagian dari Islam, tidak keseluruhan.
Terjawabnya Tiga
Pertanyaan
Pada akhirnya,
tiga pertanyaan paling utama yang selama ini menyelimuti Felix Siauw terjawab
dengan sempurna. Dia kemudian yakin bahwa dia berasal dari Sang Pencipta dan
itu adalah ALLAH Ta’âla. Manusia hidup untuk beribadah (secara luas) kepada-NYA
karena itulah perintah-NYA yang tertulis dalam Al-Quran. Al-Quran dijamin datang
dari ALLAH karena tidak ada seorangpun yang mampu mendatangkan yang semacamnya.
Setelah hidup ini berakhir, manusia akan kembali kepada ALLAH dan membawa
perbuatan ibadah selama hidup dan dipertanggungjawabkan kepada-NYA sesuai
dengan aturan yang diturunkan oleh ALLAH.
Setelah merasa
yakin dan memastikan untuk jujur pada hasil pemikiran, Felix Siauw kemudian
memutuskan: BAIK, KALAU BEGITU SAYA AKAN MASUK ISLAM.
Felix menyadari,
keputusannya menjadi pemeluk Islam akan mendatangkan banyak sekali tantangan. Dia
memiliki lingkungan yang tendensius terhadap Islam dan keputusannya tersebut
tidak akan membuat mereka senang. Namun dia berpikir, apakah harus tetap
mempertahankan perasaan dan kebohongan dengan mengorbankan kebenaran yang
dicari selama ini. Dia memastikan dengan tegas tidak sama sekali. Dia yakin
bahwa ALLAH akan memberikan semuanya walaupun tantangan ada di depan mata.
Menjadi pemeluk
Islam, Felix Siauw, atau yang kemudian mempunyai nama lain Muhammad al-Fatih,
menemukan ketenangan sekaligus perjuangan. Ketenangan pada hati dan pikiran
karena kebenaran Islam. Perjuangan karena banyak Muslim yang masih terpisah
dengan Islam dan tidak mengetahui hakikat Islam seperti yang dia ketahui,
kenikmatan Islam seperti yang dia nikmati, dan kebanggaan kepada Islam seperti
yang dia miliki.
Thanks for
reading ^_^
Sumber:
P.S.
Silakan kalau mau copy-paste,
dan mohon sertakan link-back ke blog ini. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar