Senin, 18 Juni 2012

BAGAIKAN DAUN KELADI


Sejak peristiwa penghancuran barang-barang di istana oleh Abu Nawas yang tanpa bisa dicegah oleh Baginda, sejak saat itu pula Baginda ingin menangkap Abu Nawas untuk dijebloskan ke penjara.

Sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah Baginda, ia akan dapat hukuman. Baginda tahu Abu Nawas amat takut pada beruang. Suatu hari Baginda memerintahkan prajuritnya menjemput Abu Nawas untuk bergabung dengan rombongan Baginda Raja Harun Al-Rasyid untuk berburu beruang. Abu Nawas merasa takut dan gemetar, namun dia memang tidak berani melawan titah Baginda.

Dalam perjalanan ke hutan, cuaca yang cerah tiba-tiba menjadi mendung. Baginda memanggil  Abu Nawas. Dengan penuh rasa hormat, Abu Nawas mendekati Baginda.

“Tahukah engkau mengapa aku panggil?” Baginda bertanya tanpa sedikitpun senyum di wajahnya.
“Ampun Tuanku, hamba belum tahu,” jawab Abu Nawas.
“Kau pasti tahu sebentar lagi akan turun hujan. Hutan masih jauh dari sini. Kau kuberi kuda yang lamban, sedangkan aku dan pengawal-pengawalku akan menunggang kuda yang cepat. Nanti pada waktu santap siang kita berkumpul di tempat peristirahatanku. Bila hujan turun kita harus menghindarinya dengan cara kita masing-masing agar pakaian kita tetap kering. Sekarang kita berpencar!”

Baginda dan rombongannya mulai bergerak. Abu Nawas kini tahu bahwa Baginda menjebaknya. Ia harus mencari akal. Seketika, hujan kemudian turun.

Begitu hujan turun, Baginda dan rombongan segera memacu kuda untuk mencapai tempat perlindungan terdekat. Namun karena derasnya hujan, Baginda dan para pengawalnya basah kuyup. Ketika santap siang tiba, Baginda menuju tempat peristirahatan. Belum sempat baju Baginda dan para pengawalnya kering, Abu Nawas datang dengan menunggang kuda yang lamban. Baginda terperangah karena baju Abu Nawas tidak basah. Padahal dengan kuda tercepatpun, tempat berlindung paling dekat tidak bisa dicapai.

Pada hari selanjutnya, Abu Nawas diberi kuda yang cepat yang kemarin ditunggangi Baginda Raja. Kini Baginda dan pengawalnya  menunggang kuda yang lamban. Setelah Abu Nawas dan rombongan Baginda berpencar, hujan deraspun turun seperti kemarin. Malah hujan hari ini lebih deras dari hujan kemarin. Baginda dan rombongan langsung basah kuyup, karena selain derasnya hujan, kuda yang ditunggangi sangat lamban.

Ketika santap siang tiba, Abu Nawas tiba di tempat peristirahatan lebih dulu dari Baginda. Baginda kemudian tiba, dengan pakaian yang masih basah kuyup. Melihat Abu Nawas dengan pakaian yang tetap kering, Baginda jadi penasaran. Baginda tidak sanggup lagi menahan keingintahuannya yang dari kemarin disembunyikan.

“Terus terang bagaimana caranya menghindari hujan, wahai Abu Nawas?” tanya Baginda.
“Mudah Tuanku, yang mulia,” jawab Abu Nawas.
“Aku saja dengan kuda yang cepat tidak bisa mencapai tempat berteduh terdekat, apalagi dengan kuda yang lamban ini,” lanjut Baginda.
“Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hujan. Tetapi begitu hujan turun, hamba secepat mungkin melepas pakaian hamba dan segera melipatnya, lalu mendudukinya. Ini hamba lakukan sampai hujan berhenti.”

Mendengar hal itu, Baginda diam-diam mengakui kecerdikan Abu Nawas.


Thanks for reading  ^_^

Sumber:
Buku Kisah Penggeli Hati: Abu Nawas, 2005, karya MB Rahimsyah AR


PS:
Silakan kalau mau copy-paste, namun kalau tidak keberatan mohon sertakan link-back ke blog ini. Terima kasih.



Related Posts:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar